Nama : Qurrota A'yunin (Akuntansi 2014)
JIKA AKUMENJADI LEGISLATOR KAMPUS
Legislatif, sebuah kata yang pasti
berhubungan dengan kata legislator, yang mana legislator adalah pembuat
Undang-Undang (menjalankan fungsi legislasi). Legislasi sendiri pun memang
merupakan salah satu fungsi utama dari lembaga legsilatif.
Kehadiran Badan Legislatif Mahasiswa memang
seharusnya menjadi senjata bagi penggiat kampus untuk melahirkan tatanan
kegiatan mahasiswa yang terarah dan berorientasi pada demokrasi seutuhnya.
Bercermin dari sistem pemerintahan negeri ini, dengan trias politica yang dianut, hendaknya kampus dapat mengadopsi dan
memodifikasi sistem tiga lembaga negara, yaitu legislatif, yudikatif, dan
eksekutif.
Diyakini atau tidak, memang hal tersebutlah
yang kerap terjadi di suatu kampus. Wajah legislatif terpinggirkan karena kerap
dituduh tak memiliki orientasi kerja yang jelas dan nyata. Kreativitas
mahasiswa memang benar-benar dapat ditunjukkan lewat kegiatan dari badan
eksekutif mahasiswa. Tugas badan legislatif yang secara umum mengawasi kinerja
badan eksekutif, masih dianggap terlalu lemah. Selayaknya kesetaraan badan
eksekutif dan legislatif mahasiswa diwujudkan, sehingga keseimbangan kampus
dapat direalisasikan dan menunjang sistem kemahasiswaan yang baik dan menjadi
titik perubahan kedepannya.
Jika demikian, lantas apa sebenarnya peran sang
Legislator Kampus dalam dinamika kampus? BPM memiliki fungsi legislasi,
pengawasan, dan anggaran dalam ranah mahasiswa. Fungsi legislasi dijalankan
dengan membentuk regulasi yang mengikat lembaga mahasiswa. Selain itu, BPM juga
memiliki fungsi pengawasan yang dilakukan dengan pembentukan komisi-komisi
dalam tubuh BPM guna mengawasi kinerja dinas-dinas. Adalah fungsi anggaran,
yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh alat kelengkapan BPM yang bersifat
tetap, yang dibentuk oleh BPM.
Semua fungsi tersebut dapat bekerja dengan
baik dan efektif bila didukung oleh informasi-informasi yang berasal dari
mahasiswa. Artinya untuk mendapatkan informasi tersebut, menjadi sebuah
keharusan bagi anggota BPM untuk sering bertukar pikiran dengan mahasiswa
konstituennya, mengenai dinamika kampus. Bertanya tentang apa yang diinginkan
oleh mahasiswa, mendengar apa yang diharapkan mahasiswa, “membaca” isu yang
mencuat di lapangan, mengumpulkan segala bentuk aspirasi yang dicurahkan konstituennya,
yang sebenarnya adalah rekannya sendiri sesama mahasiswa. Terdengar sangat
mudah ya? Dalam kenyataannya hal ini sangat susah dilakukan. Namun saya yakin,
meski susah, Insya Allah bisa dilakukan!
Jika saya menjadi seorang legislator kampus
maka saya ingin melakukan penyaringan aspirasi setiap mahasiswa dengan tindakan
bersama yang diturunkan gerakan bersama anggota BPM. Tidak hanya satu badan
saja yang bergerak. Jika saya menjadi seorang legislator kampus, saya ingin
setiap suara mahasiswa dapat tersalurkan dengan baik berjalan sesuai
koordinasi. Jika saya menjadi seorang legislator kampus saya ingin meningkatkan
eksistensi kinerja legislator bahwa sebenarnya tanggungjawab seorang legislator
bukanlah hal yang ringan dan mudah.
Sangat penting bagi anggota BPM memiliki
kemampuan mendengar sebaik kemampuan berbicara. Kemampuan mendengar inilah yang
menjadi senjata pamungkas bagi suksesnya BPM menjalankan peran dalam dinamisasi
kehidupan kampus. Dengan kemampuan ini,
aspirasi mahasiswa terserap dan kemudian dapat ditindaklanjuti melalui alat apa
saja, bisa melalui rapat, regulasi, teguran kepada BEM atau Badan Semi Otonom
(BSO) atau bahkan perbaikan diri sendiri.
Selain itu, tindakan nyata merupakan sebuah
keniscayaan. Jika hanya mendengar dengan benar-benar mendengar, tanpa adanya
tindakan solutif, maka efektivitas kinerja BLM akan diragukan dan mahasiswa
tidak lagi percaya pada para wakilnya di BPM, karena merasa tidak ada respon
sesuai harapan. Namun perlu digarisbawahi pula bahwa tidak semua aspirasi butuh
tindakan nyata. Diperlukan proses lainnya untuk mendapatkan solusi yang
terbaik.
Oleh karena itu dibutuhkan orang-orang yang
multitalent untuk menduduki amanah jabatan sebagai anggota BPM, yang mampu
mendengar, mencerna informasi, dan menghasilkan keputusan yang tepat. Tugas
yang sangat berat bagi sebuah elemen mahasiswa tertinggi di kampus. Sesuai
dengan nature-nya, semakin tinggi kedudukan, semakin besar dan berat
tanggungjawab yang dipikulnya.
Tak lepas dari usaha mandiri BPM untuk
memperbaiki dinamika kehidupan kampus, adalah dukungan penuh dari segenap
mahasiswa yang BPM butuhkan. Jika sedemikian keras usaha yang BPM telah
lakukan, namun kurang mendapatkan dukungan dari mahasiswa, maka usaha BPM ini
bagaikan bertepuk sebelah tangan. Tidak akan menghasilkan apa-apa.
Namun lembaga mahasiswa
berlabel legislatif mahasiswa di kampus manapun, diakui atau tidak mempunyai
kesan minim fungsi. Bahkan cenderung hanya dijadikan formalitas pelengkap
keberadaan lembaga kemahasiswaan. Nama lembaga legislatif mahasiswa memang
cenderung tenggelam oleh glamour lembaga eksekutif mahasiswa. Sangat dimaklumi
mengingat peran-peran eksekutif mahasiswa terkesan lebih menyentuh langsung
kepada mahasiswa, sedangkan peran legislatif mahasiswa terkesan menjalankan
peran legislasif yang berkutat hanya pada pembuatan regulasi. Lebih
memprihatinkan lagi, ada kesan bahwa fungsi lembaga legislatif mahasiswa hanya
berperan temporal ketika membuat regulasi ketika Ospek, Pemilu Mahasiswa, dan
kongres mahasiswa di akhir kepengurusan eksekutif mahasiswa.
Hal tersebut ternyata tidak
hanya menjangkit di tataran kekampusan, namun juga terakumulasikan secara
nasional bahwa lembaga legislatif mahasiswa miskin fungsi, dan tak terdengar
kiprah dan gaungnya dibandingkan dengan lembaga eksekutif mahasiswa di tataran
nasional seperti BEM seluruh Indonesia (BEM SI), maupun BEM Nusantara sebagai
forum perkumpulan lembaga-lembaga eksekutif nasional baik dari perguruan tinggi
negeri maupun swasta. Lembaga legislatif mahasiswa hanya menjadi pelengkap dalam
struktur organisasi kemahasiswaan dan hanya menjalankan kegiatan – kegiatan
yang bersifat seremonial belaka. Oleh karenanya banyak mahasiswa yang tidak
tertarik untuk bergabung dengan lembaga legislatif mahasiswa.
Lembaga legislatif
mahasiswa sebagai watch dog dan sparing partner bagi
eksekutif mahasiswa inilah yang sepertinya jarang dilakukan oleh lembaga
legislatif mahasiswa. Hal ini semakin diperparah dengan minimnya mereka
menyerap aspirasi dari konstituen mahasiswa yang diwakilinya di tataran bawah.
Saat ini yang terjadi kebanyakan dari kedua lembaga itu terkesan sama saja,
miskin fungsi. Terlebih ketika dihadapkan pada realitas bahwa kedua lembaga
tersebut tak jarang dikuasai oleh elemen pergerakan mahasiswa yang sama
ideologi dan garis politiknya, maka makin matilah dinamisasi kelembagaan
mahasiswa utamanya lembaga legislatifnya. Karena, ada kecenderungan kepentingan
kelompok dalam melakukan fungsi check and balance. Pada akhirnya
memang sangat perlu penjagaan ritme dan dinamisasi pergerakan mahasiswa,
mengingat ruh dan kekuatan mahasiswa yang begitu dinantikan bangsa hanya akan
terlihat ketika ada dinamisasi dan pergerakan. Tanpa itu semua, tentunya
mahasiswa hanya akan berkutat pada wacana tanpa aksi nyata. Dan peran strategis
tersebut harus segera dimainkan oleh setiap lembaga legislatif mahasiswa yang
ada.
Lembaga mahasiswa di
tingkat legislatif mempunyai tanggung jawab moral untuk mencetak
pengganti mereka minimal yang sesuai dengan posisi masing-masing. Tidak ada
artinya seorang pemimpin besar jika ia tidak bisa mencetak pemimpin besar yang
lain. Ada tanggung jawab bagi setiap mereka yang ada di organisasi mahasiswa
untuk memastikan adanya pengganti orang yang tepat di kepengurusan selanjutnya.
Memang sebenarnya
regenerasi lembaga legislatif akan berjalan sendirinya melalui mekanisme
organisasi, namun demikian sebagai pengurus lembaga tersebut pada tahun
sebelumnya maka seharusnya menjadi tanggung jawab moral pengurus organisais
tersebut untuk memastikan bahwa organisasi akan dipimpin atau dikelola oleh
orang-orang yang tepat. Hal ini tidak tertulis dalam dalam peraturan apapun
didalam UU sistem pemerintahan mahasiswa, tapi hal ini adalah tanggung jawab
moral seluruh pengurus organisasi mahasiswa yang akan lengser dan diganti dengan
pengurus yang baru.
Seorang ketua lembaga
mahasiswa harus bisa mengkader atau mempersiapkan orang yang tepat, secara
kualitas dan kapabilitas, sebagai calon pengganti dirinya. Begitu juga dengan
wakil ketua, kepala devisi, dan juga staff ahli devisi untuk mengkader orang
yang tepat sebagai pengganti dirinya dalam kepengurusan selanjutnya. Memang
proses ini akan berjalan sendiri, atau bahkan nantinya akan ditentukan oleh
kebijakan dari pimpinan lembaga terpilih, tapi sebagai pengurus organisasi yang
mempunyai ikatan emosional dan moral terhadap keberlanjutan organisasi, maka
setiap pengurus organisasi harus merasa mempunyai tanggung jawab tersebut.
Perlu diketahui bahwasannya
organisasi mahasiswa adalah organisasi berbasis kekeluargaan, maka setiap pengurus
harus mempunyai ikatan emosional dan tanggung jawab moral kepada sesama anggota
dan juga kepada organisasinya.
Bisa dikatakan bahwa setiap personal, pengurus organisasi adalah pengkader atau orang yang menurunkan, mendidik, dan mengembangkan nilai, kemampuan, dan pengetahuan pada bawahannya. Setiap pengurus harus mempersiapkan bawahannya agar siap mengganti posisi yang akan ditinggalkannya. Ini adalah tanggung jawab semua pengurus organisasi. Setiap pengurus organisasi adalah agen kaderisasi yang bertanggung jawab terhadap improvement dan continuitas organisasi. Setidaknya organisasi secara keseluruhan harus mempunyai sistem yang mendukung terciptanya atmosfer kaderisasi yang baik, berkelanjutan, sistematis, dan progresif.
Bisa dikatakan bahwa setiap personal, pengurus organisasi adalah pengkader atau orang yang menurunkan, mendidik, dan mengembangkan nilai, kemampuan, dan pengetahuan pada bawahannya. Setiap pengurus harus mempersiapkan bawahannya agar siap mengganti posisi yang akan ditinggalkannya. Ini adalah tanggung jawab semua pengurus organisasi. Setiap pengurus organisasi adalah agen kaderisasi yang bertanggung jawab terhadap improvement dan continuitas organisasi. Setidaknya organisasi secara keseluruhan harus mempunyai sistem yang mendukung terciptanya atmosfer kaderisasi yang baik, berkelanjutan, sistematis, dan progresif.